Ahli: Pelonggaran PSBB Saat Kurva Covid-19 Meningkat Kurang Bijak, Bisa Muncul Gelombang Kedua

Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menilai, pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) tidak boleh dilakukan apabila jumlah kasus virus corona ( Covid-19) di Indonesia masih terus menanjak. 

Ia khawatir, jika PSBB dilonggarkan, akan terjadi pandemi Covid-19 gelombang kedua. 

"Pelonggaran PSBB pada saat kurva epidemiologi Covid-19 masih terus meningkat adalah kebijakan yang kurang bijak," kata Ede dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/6/2020).

"Kurang mengindahkan realitas data (evidence-based), karena dapat menimbulkan gelombang peningkatan kasus kedua," ujar dia. 

Menurut Ede, harus ada definisi detail mengenai era normal baru atau new normal yang diinisiasi pemerintah untuk pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19. 

New normal, menurut IAKMI, harus didefinisikan dengan jelas yaitu perilaku masyarakat yang menerapkan hidup lebih bersih, lebih sehat, lebih terlindungi, dan lebih taat dan disiplin terhadap protokol kesehatan pada seluruh sektor kehidupan, sehingga aman dari ancaman penularan Covid-19 dan lebih siap untuk kembali beraktifitas dan produktif. 

"Oleh karena itu, maka pengenalan dan penerapan new normal bukanlah diartikan sebagai pelonggaran PSBB," ucap Ede. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut sudah saatnya masyarakat dapat hidup berdamai dengan Covid-19. 

Selama wabah masih ada, Jokowi juga meminta agar masyarakat juga tetap mematuhi protokol kesehatan.

New normal merupakan bagian dari strategi menghadapi pandemi virus corona. Strategi utama yang disarankan oleh WHO yakni test, tracing, treat, dan isolate. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan alasan pemerintah belum mengumumkan berlakunya new normal . 

Ia mengatakan, keputusan berlakunya era new normal tidak bisa dipatok berdasarkan tanggal pasti, tetapi berdasarkan angka dan kurva kasus wabah virus corona (Covid-19). 

"Keputusan re-opening ( kenormalan baru) bukan didasarkan tanggal pasti. Saya ulangi, bukan tanggal pasti, melainkan oleh data dengan indikator threshold yang terukur, penurunan ODP, PDP, dan penurunan kasus," ujar dia melalui diskusi virtual, Jakarta, Selasa (2/6/2020).